Nah, setelah bersemedi dan melakukan perenungan-perenungan instan di kamar mandi sesaat setelah melihat foto Manohara dan setelah puasa setengah menit, maka Dhika dengan bangga kembali menerbitkan serial yang digemari oleh orang-orang buta huruf ini.
Karena Dhika mendapat banyak semangat dari orang-orang sekitar Dhika, saat nulis ini, bukan cuman teman-teman seperjuangan dan seiman, tapi juga golongan jin yang selalu berseru di belakang Dhika, “Papa! Papa! Papa!”
Oke, langsung saja kebet ceritanya, jangan lupa nyalain dulu internetnya!
(Sambungan Puyan : “Sore Gerimis Di Bandara” part 2)
** “
“
Gini apa?” sambar Puyan sangar.
“Khan
gue belum kelar ngomong, Yan, main potong aja...” protes Wawan.
“Khan
kalo disinetron biasanya gitu. Kalo lagi marah suka motong omongan orang” Puyan
membela diri.
“tapi
ini blog, Yan, bukan sinetron...”
“bodo
amat! Yang jelas ngapain elu pada ngikutin gue...?”
“Sabar,
Yan....” pinta Zaki dengan muka bijak.
“KebEtulan
kita lagi mau buka puasa di sini, Yan, mEmang tak boleh?” Ivan menemukan
alasan.
“Gue
gak percaya! Buktinya elu-elu tadi pada ngeliatin gue!”
“Emang
tadi elu dimana?” tanya Wawan pura-pura tak tahu.
Puyan
menunjuk bekas tempat duduknya.
“Oh,
elu di situ, Yan. Gue pikir tadi Nicholas Saputra, makanya kita kaget kok ada
cowok keren nongkrong di sini, ya, gak temen-temen” kata Wawan.
Teman-temannya
mengiyakan, walaupun dalam hati mereka menyangka malam ini mereka akan terkena
radang paru-paru.
“Gak
lucu dan kegantengan!”
Puyan
memandang wajah teman-temannya dengan sadis. Teman-temannya pada diam.
Celakanya
saat itu muncul Bayu sambil membawa pesanan teman-temannya sambil nyerocos, ia
tak sadar kalau Puyan ada di situ.
“Eh,
Puyan ke mana sih? Kok gak ada di tempat duduknya. Pasti dia curiga ama kita
yang dari tadi ngikutin dia. Padahal gue belum puas mandangin muka cewek yang
sama dia tadi” Bayu memandang Puyan, entah sadar atau tidak, ia malah menyalami
Puyan. “eh, ada temen lu, Wan. Dari mana? Duduk di sini, yuk, gabung aja ama
kita.”
Bayu
dengan santai menyeruput minumannya. Puyan dan teman-temannya yang lain
memandang Bayu terheran-heran.
“Lho,
kok pada diam? Makan, gih. Udah buka puasa gini. Gila cewek yang jadi kasirnya cakep banget.” Bayu tak
berhenti berbicara. Ia lalu memandang Puyan. “tau gak sih, elu mirip Puyan,
temen kita. Elu adeknya, ya?”
Temen-temennya
pada kaget. Begitu pula Puyan, yang terheran-heran sampai gak tahu mau ngomong
apa.
“Tapi
Puyan khan adeknya cewek.” Bayu tertawa. “Tapi asli, lu mirip banget sama
Puyan.”
“Yu,
itu beneran Puyan..” bisik Tama
“Oh,
Puyan...” kata bayu santai sambil menyeruput minumannya. Tiba-tiba ia langsung
menelan ludahnya.
Puyan
menatap Bayu dengan sangar.
“Sekarang
elu pake alasan apa lagi?”
“Bisa
kasih ide gak, Yan?” sahut Tama dengan “kecerdasan tingkat tinggi”nya.
Kepala
Tama langsung digetok sama Ivan.
Saat
Puyan mau ngeluarin kata-kata amarahnya, muncullah Astri yang langsung
menggandeng lengan Puyan.
“Kamu
kucariin kemana aja, sih?”
Temen-temen
Puyan pada ngeliatin Puyan iri, apalagi Ivan dan Bayu yang urat playboynya
setipis daun kelakay.
“Eh,
ada temen-temen kamu, ya.” Kata Astri, “kenalin, Astri...”
Astri
mengulurkan tangannya. Sontak teman-teman Puyan pada berebut buat menyalami
Astri termasuk Zaki yang kalem. Tapi cuman Wawan yang berhasil menyalami tangan
Astri dengan mesra, sementara Ivan malah salaman sama Bayu, Tama salaman sama
Puyan, Able salaman sama meja makan, sedangkan Zaki salaman dengan tangannya
yang satu lagi.
“aku
Wawan, ini Able, Ivan, Tama, Zaki, dan Bayu” kata Wawan mengenalkan
teman-temannya, sementara tangannya terus menjabat tangan Astri.
“Eh,
udah!” sungut Puyan.
“Sebentar
lagi, Yan. Nanggung, lagi adem” pinta Wawan sambil.
“Eh,
mau gue sunat dua kali, lu?” muka Puyan lebih kriminal.
“Eh,
kok kita bisa kebetulan ngumpul di sini, ya...” kata Astri dengan anggun.
“Gak,
kok, gak kebetulan” Tama menimpali, “Kita udah berencana buat...”
Ivan
langsung membekap mulut Tama dengan tangan Zaki.
“Kok
mulutnya di bekap?” tanya Astri
“Ah,
dia ini kalau mangap suka kEluar lalat dari mulutnya, “ sahut Ivan “Dia tadi
mau bilang kalau kita udah bErEncana buat mEmbetulkan kEbEtulan ini...”
Astri
menatap teman-teman Puyan dengan takjub campur heran campur nila bakar campur
lalapan campur nasi putih campur sambel campur es teh manis, sedaaaaap!!!
(penulis sedang berada dalam kondisi lapar yang akut ketika menulis kalimat
ini)
Puyan
menatap ke arah teman-temannya, sementara teman-temannya yang lain pura-pura
menunduk, lain lagi Bayu, ia memilih membuang mukanya..... ke bak sampah, namun
ia keburu mungut mukanya lagi, takut didaur ulang jadi kantong kresek cabe.
Puyan
lalu menolek ke arah Astri, “As, kamu duluan ke parkiran, ya, ntar aku
nyusul...”
Astri
mengangguk lalu beranjak meninggakan kelompok sedeng itu, Puyan kembali menatap
sahabat-sahabatnya dengan wajah sangar.
“Eh,
Yan, kasihan temen cewek lu tadi jalan sendirian, biar gue yang nemenin, ya...
“ Bayu berusaha menghindar, namun keburu ditarik Puyan kaosnya.
“ah,
Kau, Yu! Bilang saja kau mau mErayu cEwEk itu. Dia itu sudah bEsar, Yu. Tak
pErlu kau tEmani macam ajudannya.” Kata Ivan, “Yan, tampaknya kau baru kEnal
dEngan cewek itu, jangan-jangan dia lupa yang mana mobil Kau, sEbagai tEman
yang baik, sudah jadi kEwajibanku untuk mEmbawanya kE jalan yang bEnar,
pErmisi, Yan...”
Puyan
menatap Ivan dengan tatapan lebih sangar.
“tapi
sEpErtinya mobil kau mudah untuk diingat, Yan...” kata Ivan parau.
“Sekarang
elu-elu pada mau nyari alasan apalagi?”
Tama
membisiki Wawan, “Wan, Puyan lagi marah...”
“Iya,
gue tau,Tam...”
“Kalo
marah, mukanya jadi jelek, Wan. Padahal ia emang jelek dari lahir, khan, Wan,
ya...”
“Iya,
Tam, bener, lu..”
“Pada
ngomongin apa, lu?”
“Eh,
enggak, Tam, kita lagi ngitungin jerawat Zacky...” Wawan tidak menemukan alasan
yang lebih tepat.
“Kalian
ini ngapain sih mata-matain gue, emanya gue teroris, gerbong kereta....”
“Gembong
narkoba, Yan....” ralat Zaki
“Iya
maksud gue itu. Lu udah gak percaya lagi sama gue? Sahabat apaan kayak gitu,
pake main mata-mataan, udah kayak agen SPG aja, lu...”
“CIA
kali, Yan, maksudnya...”
“SPG!!!”
“Tapi,
Yan, yang mata-mata itu disebutnya agen CIA, Yan, bukan SPG...”
“Gak
mau tau, pokoknya SPG!!!!”
“Iya,deh,
Yan, SPG...”
“Elu
yang salah, harusnya CIA, bukan SPG, bimana, sih...”
“Iya,
khan gue udah kasih tau elu, Yan...”
“Gak
bisa! Pokoknya yang bener itu CIA kenapa elu tadi bilang SPG?!?”
“ELU
MAUNYA APA, SIH, YAN!!!!” Wawan mulai kesal, “DARI TADI NYALAH-NYALAHIN GUE
MULU, ELU BERANTEM AJA DAH SAMA GUE!!!!”
“Kok,
elu yang marah, Wan. Seharusnya menurut cerita gue yang marah. Lagian lebih
sereman elu pula marahnya daripada gue, sampe gue aja takut...”
“oh,
iya, Yan. Sori, gue khilaf..”
“Iya,
tapi entar jangan diulangi lagi, ya...”
“Iya,
Yan, maaf, ya...” Wawan lalu memeluk Puyan.
Zaki
akhirnya bertutur, “gini, deh, Yan, berhubung kita belum makan, dan ini juga
sudah masuk waktu berbuka, dan kamu juga ditunggu sama si Astri tadi, mending
kamu pikirkan lagi, deh. Marah-marahnya mau dilanjutkan sekarang apa nanti
aja...”
“Iya,
ya. Mending gue pikirin dulu, ya...”
“iya,
yan. Kamu pikirin di kursi situ, nah kami ngelanjutin buka puasa, gini,
gimana?”
“oke,
deh, gue pikirin dulu, ya...”
Puyan
lalu beranjak ke salah satu kursi di tempat itu untuk berpikir, sementara enam
makhluk astral yang sebelumnya menjadi lawan argumennya tadi, sibuk menikmati
hidangan berbuka puasa yang sempat tertunda.
Tak
lama Puyan mendekati teman-temannya.
“setelah
tadi gue mikir, jadi gue memutuskan..”
“apa
pErlu aku yang mEwakili, Yan....” potong Ivan dengan antusiasnya.
“gak
perlu” sahut Puyan ketus, “Ucapan lu itu kebiasaan menghabiskan enam belas
halaman word, dua belas halaman excel, dengan spaci 3,0 times new roman, bold,
capital pula...”
“Tapi
sEtidaknya kau pErlu sEsEorang yang bisa mEnyampaikan sambutan, dan aku sEbagai
kEtua OSIS yang bErdaulat adalah sosok yang tEpat untuk mEnyampaikan sambutan”
Ivan tetap ngotot
“Gak
perlu gue bilang”
“atau
pEnutup?”
“Van,
jangan sampai gue batal puasa sebelum gue puasa, nih...”
“Maksudnya
apaan, Yan..” Bayu heran
“Gue
juga gak ngerti, intinya, gue ngancam..”
“Oh,
ngancam, bilang dong...” kata Bayu, “Oooooo.... gue takut...”
“Yu,
aku yang diancam, harusnya aku yang takut...” kata Ivan
“Oh,
iya, gue lupa. Silakan, Van...”
“Jadi
kau ngancam, Yan? Waaaaa, aku takut..... sEkian, dan tErima kasih...”
“Udah
selesai, Van?”
“Udah,
Yan”
“Baiklah.
Setelah gue tadi mikir, jadi gue memutuskan untuk menunda marah-marah gue dalam
waktu yang tidak bisa ditentukan...”
“nah,
tapi kita gak bisa nentui sendiri, Yan. Elu harus nanya ke pengarangnya, si
Dhika, dia setuju gak kalo marah-marah lu ditunda...” usul Wawan
“oke,
deh, gue tanya, ya...” kata Puyan, “Bang Dhika, gue tunda ya, marah-marah gue?
Setuju gak lu?”
(Tau,
ah! Ribet lu! Gue aja capek ngetik dari dulu dialog lu yang di tempat ini gak
kelar-kelar)
“jadi
elu setuju?”
(Bodo
amat! Capek gue! Mending gue main PS 3!!!)
“kayaknya
dia setuju, Yan..” kata Wawan.
“Ya,
udah, gue duluan, ya. Elu lanjut makannya..”
Puyan
lalu meninggalkan sahabat-sahabatnya.
“Hati-hati,
ya, Yan...” seru Tama
“Jangan
balik lagi...” Timpal Ivan.
**
Pagi
itu di sekolah enam sahabat Puyan sedang mengatur rencana mereka selanjutnya.
“Gue
heran, kalo Puyan masih suka sama Prisia, terus kenapa dia malah jalan berdua
sama Astri...” buka Wawan
“Aku
juga podo karo kowe, Wan. Puyan itu sukanya karo sopo, sih? Prisia, iya. Astri
juga iya. Kemaruk banget dia itu..”
“Gue
juga bingung, Wan, Zak, kok Puyan bisa, ya, ngobrol sama pengarang kita
kemarin. Padahal khan kita tokoh nyata yang difiksi, khan? Sedangkan pengarang
kta khan makhluk yang tidak teridentifikasi dengan entitas yang abstrak..”
(apa,
lu ngata-ngatain, gua, Tam!!! Gue culik ntar nenek, lu, lho..)
“tuh,
khan dia marah...” sungut Tama lagi
Teman-teman
yang lainnya tidak mempedulikan Tama.
“Apa
kita pErlu mEngintai Puyan lagi?” saran Ivan
“Selama
cara mengintai kita gak jauh beda sama koala pas musim kawin, sampai dunia
kiamat juga gak bakal kelar ini cerita, Van...”
“Puyan
gimana kabarnya, Wan?” Tanya Able tiba-tiba
Wawan
dan yang lain tidak meladeni.
“Kita
mesti lebih fokus lagi dalam mengintai Puyan. Kita mencar!” usul Zaki.
“Usul
bagus!!” sambar Wawan.
“Ngomong-ngomong,
Puyan gimana kabarnya, Wan?” Able tetap konslet
“Kita
harus ngatur strategi agar tidak ketahuan Puyan..” Wawan tidak mempedulikan
Able.
“Kita
mulai hari ini lagi?” tanya Ivan.
“Ya,
hari ini, kita akan mengintai Puyan lagi, hidup intai!!!” seru Bayu.
“Ngomong-ngomong,
Puyan gimana kabarnya, Wan?”
Wawan
menatap Able, ia berusaha untuk menahan rasa kesalnya. Lalu ia kembali
memamerkan wajah semangatnya.
“lagian
gue heran, ya.” Kata Bayu yang sejak tadi lebih banyak diam. “Puyan itu beruntung
banget, ada dua cewek cakep yang mengisi hidupnya secara bergantian. Sedangkan
gue, ada enam cowok yang gak sedep dipandang mata mengisi hidup gue, bersamaan
pula..”
“Derita,
lu, Yu!!!”
“Ngomong-ngomong,
Puyan gimana kabarnya, Wan?”
Wawan
memandang Able, tajam. Lama.... dan lama..... lalu.
“satu....
dua..... tiga..... hajarrrr!!!!”
Seperti
biasa Able menjadi amuk teman-temannya. Dan seperti biasa pula, Able dengan
songongnya, teriak-teriak minta dinikahi, sehingga para siswa lain dan
guru-guru mendekati arah keributan itu untuk mencari tahu siapa dalangnya.
Namun ketika tahu itu adalah ulah enam serangkai yang sering dikira hasil
konservasi hutan lindung itu, mereka serentak meninggalkan enam orang tadi,
sambil berucap dalam hati mereka.
“Oh,
biasa, udah. Anak koala berebut pisang...”
**
Seperti
yang telah direncanakan sebelumnya, enam serangkai memulai kembali aksi
pengintaian mereka terhadap Puyan. Kali ini seperti biasa di tempat makan,
sebelum buka puasa. Bukan tempat makan yang umum disambangi mereka memang,
namun, entah bagaimana ceritanya, enam sahabat ini mampu mendeteksi keberadaan
Puyan. Mungkin itu sejalan dengan apa yang pernah dikatakan Ivan. Begini
kira-kira katanya, Dhika harus bisa mengikuti aksen dan logatnya Ivan, nih.
Ehm, ehm...
“Kita
ini bErtujuh adalah satu kEsatuan, yang mana tiap satu di antaranya adalah
bagian-bagian yang saling mElEngkapi satu sama lain,bagian satu tErsakiti,
bagian lain ikut sakit pula. Dan apabila......... (sisanya muter-muter seperti
kebiasaan kalimat yang diucapkan Ivan) bEgitu pula dEngan Puyan. Dia sEbagai
kEtua gang paling keren SMATIPERPAT, tElah mEnyatu dalam diri kita
masing-masing. kEbahagiaan Puyan kEbahagiaan kita juga, begitu pula kEsEdihan
Puyan, kEbahagiaan kita juga...”
Yah,
pokoknya intinya begitu, lah!
Namun
seperti yang telah direncanakan sebelumnya, enam serangkai, memilih untuk
berpencar dalam melakukan aksi mereka. Tiga orang mengawasi Puyan, tiga lainnya
ngawasin bedug buka puasa. Hehehehe, becanda. Tiga yang lainnya menemui Prisia.
Dan
yang bertugas mengawasi Puyan saat itu adalah Ivan, Bayu, dan Zaki.
Puyan
sedang mencuci tangannya saat itu di wastafel.
“Sekarang
mumpung Puyan lagi gak sama Astri, elu berdua tahan dia, sedangkan gue nemuin
Astri terus bawa dia ke KUA, gimana?” usul Bayu.
“Itu
kau yang kEEnakkan, Yu...” sungut Ivan.
“Se’
se’” kata Zaki, “Puyan nengok ke arah kita”
Puyan
tampak curiga dengan kasak kusuk yang terjadi di meja makan tak jauh dari
tempatnya. Ia lalu mengengok ke situ, namun sontak tiga serangkai gelagapan
untuk sembunyi, Bayu menutupi mukanya dengan buku menu, Zaki menutupi mukanya
dengan tisu, Ivan yang sial gak kebagian media bersembunyi, terpaksa menutupi
mukanya dengan muka Zaki. Sama aja boong!!!
Tapi
dasar Puyan yang memang memiliki IQ sebesar batu kali, tidak merasa aneh dengan
orang-orang itu. Ia lantas menuju ke mejanya dan kembali berbincang dengan
Astri.
“Baguslah
dia tak lihat kita.. “ ucap Ivan lega. “Zak, sekarang coba kau tElpon Wawan,
kasih tau mErEka di mana kita sEkarang...”
Zaki
mengangguk, lalu mengeluarkan handphone-nya, ia menekan beberapa tombol
ponselnya lalu....
**
Di
tempat lain, Wawan, Tama, dan Able sedang menanti Prisia yang sedang latihan
drum band si sekolah.
Tiba-tiba
ponsel Wawan berbunyi.
“Eh,
bentar dulu,ya, “ kata Wawan sambil melirik ponselnya “ada telpon dari Zaki”
Wawan
lalu menjauhi kedua sahabatnya.
“Wawan
ke mana, Tam?” tanya Able
“Ngangkat
telpon dari Zaki...” sahut Tama datar
“Oh,
sama, gue juga mau ke toilet...” kata Able sambil bermaksud beranjak
Tama
dengan kesal menarik tangan Able “Mau ke mana, lu, Ble? Si Wawan lagi ngangkat
telpon dari Zaki...”
“makan
gado-gado.... enggak, sapa bilang gue makan gado-gado, gue mau ikut Wawan ke
toilet, gue juga kebelet...” sahut Able makin tak nyambung
“Able.....
di sini aja kenapa, sih?”
“oh,
mau nitip gado-gado, di depan sono, banyak, buat buka puasa, ya...”
Tama
yang kesal lalu mencekik lehernya sendiri, “Aaaaaaa!!!! Aaaaaaaa!!!!”
“Tam,
salah, Tam “ tegur Able “Seharusnya gue yang elu cekik...”
Tama
sejenak melongo dengan nganga style, “Oh, iya, gue khilaf...”
Ia
lalu mencekik leher Able, sambil meraung-raung. Sementara Able yang dicekik
malah diam saja.
“Aaaaaaa!
Aaaaaaa!”
Prisia
yang agak terganggu dengan kelakuan Able dan Tama sontak menghampiri mereka.
“kalian
kenapa, sih? Khan dari tadi gue udah bilang. Gak usah nungguin gue. Ada apaan,
sih? Niat banget kayaknya...”
Able
mau menjawab “Sebenernya...”
Tama
yang telah mencium akan ada gelagat yang mengacaukan semesta jika Able
berbicara, dengan sigap memotong, “Jangan ngomong...”
Namun
Able bukan tipe biawak yang mudah menyerah “Sebenernya...”
Tama
tetap bersikeras memotong, “Jangan ngomong...”
Able
tetap bersikukuh, “Sebenernya...”
Tama
tak ingin hanya diam, “Jangan ngomong..”
“Sebenernya...”
“Jangan
ngomong..”
“Sebenernya...”
“Jangan
ngomong...”
“Sebenernya...”
“Jangan
ngomong...”
“Kalian
kenapa, sih?” Prisia kesal “Ngomong pada gak jelas...”
“Sabar,
Pris... inget lagi puasa..”Tama mengingatkan.
Prisia
menghela nafas, meraih kesabaranya.
Tiba-tiba
Wawan menghampiri mereka, “Eh, Zaki udah nelpon, katanya mereka udah tau di
mana Puyan sekarang. Yuk ke sana, ayo, Pris...”
“kok
ngajak gue?” Prisia heran, “apa hubungannya sama gue..”
“Ini
ada hubungannya sama elu, ada banget. Dan jadi penjelas hubungan lu sama
Puyan..” kata Wawan
Prisia
mengerutkan dahi.
“Ayo,
ah, lama banget” Wawan sudah tak sabar, tangannya lalu berusaha meraih
pegelangan tangan Prisia, dan menariknya menuju mobilnya yang terparkir di
parkiran.
“Eh,
kok, lu berat banget, Pris,” keluh Wawan tanpa melihat ke belakang, “susah banget
di tarik, dingin pula..”
“Wan....
yang elu tarik itu bukan tangan Prisia, tapi tiang keranjang basket..” kata
Tama iba
“masa,
sih?” Wawan menoleh ke belakang, ternyata yang dikatakan Tama benar. Sementara
Prisia menatapnya dengan tatapan janggal.
“Kok
malah diem di situ, ayo jalan...” Kali ini raihan tangan Wawan ke tangan Prisia
tepat. Hanya saja ia di sambut dengan tatapan iri dari dua sahabatnya.
“Ah,
ya, udah, lah! Terserah kalian!” Puyan melepas pegangannya pada lengan Prisia
lalu menggandeng tangannya sendiri kemudian menuju parkiran. Kedua sahabatnya
dan Prisia mengikutinya (lagi-lagi) dengan tatapan iba.
**
Sementara
itu di tempat lain, Ivan, Bayu, dan Zaki, masih mengawasi Puyan yang asyik
dengan Astri.
“Yan,
aku ke toilet dulu, ya..” pinta Astri, “Oh, iya, dari tadi aku liat di sana,
kayaknya teman-temanmu yang kemarin pada ngawasin kamu, deh...”
“Masa,
sih?” Puyan menoleh ke arah yang ditunjukkan Astri.
Tiga
serangkai, dengan sigap memalingkan wajah.
“Mending
kamu samperin..” saran Astri sebelum meninggalkan Puyan menuju toilet.
Puyan
beberapa saat memperhatikan tiga serangkai, lalu perlahan mendekati mereka,
smentara tiga serangkai masih kasak-kusuk panik.
“Jadi
elu ngawasin gue lagi? Mau lu apa, sih?” hardik Puyan
“Enggak,
Yan..” Bayu mewakili teman-temannya berkilah, “Kita lagi ngejar layangan
putus..”
Puyan
memandang ke plafon restoran tersebut, begitu pun teman-temannya. Lalu ia
memandang teman-temannya lagi.
“Alasan
kalian gak masuk akal, sekarang bukan musim layangan...”
“Musim
apa, Yan?”
“Musim
mati listrik!”
“Betul
juga, kau, Yan! pEmErintah tampaknya mEmang harus mEngoptimalkan pElayanan
listrik kEpada masyarakat. sEbab sEbagai pElayan masyarakat, pEmErintah harus
tanggap tErhadap kEbutuhan rakyatnya, tErmasuk listrik. sEpErti aku sEbagai
kEtua OSIS, aku harus....”
“Van..”
tutup Puyan, “Naluri gue buat membunuh orang yang suka kampanye lagi naik,
lho..”
Ivan
menelan ludah.
“Zak,
lu yang paling waras di antara makhluk-makhluk ini, sekarang mending lu jujur,
ada apa dengan semua ini..”
“Ya,
sudahlah, Yan. Kami jujur.” Zaki pasrah, “Sebenernya kami ingin mengawasimu
karena kami ingin tahu, ada apa sebenarnya dengan kamu dan Prisia, kamu khan
dulu pas buka bareng di sekolah mau nembak, kata Prisia kamu ndak nembak. Nah
sekarang kamu malah jalan sama si Astri, iki piye sebenarnya?”
Puyan
terdiam sejenak, lalu..” Kayaknya kalian juga harus tahu yang sebenarnya...”
Puyan
mulai menceritakan apa yang terjadi sebenarnya.
**
Wawan
baru saja memarkir mobilnya di parkiran restoran tempat Puyan berada saat ini.
“Ada
apa, sih, sebenarnya?” Tanya Prisia heran.
“Ini..”
wawan menyodorkan selembar surat pada Prisia. “Surat yang ditulis Puyan buat
elu, tapi entah kenapa surat ini gak sampai ke elu, Puyan mau ngasih ini ke elu
dulu.. tapi baiknya elu baca sendiri, deh...”
Prisia
perlahan membaca surat yang berisi ungkapan hati Puyan padanya itu sampai
selesai.
“Jadi...”
kalimat Prisia tertahan
“Iya...”
sahut Wawan, “Dan sekarang Puyan lagi ada di dalem sana, kita bawa elu ke sini,
biar hubungan elu sama Puyan itu jelas..”
Prisia
tercenung. Tak disangkanya orang-orang hasil permentasi pembalut ini ternyata
perhatian juga sama dia dan Puyan.
Tiba-tiba
ponsel Wawan berdering, telepon dari Zaki.
“Bentar,
ya, ada telepon dari Zaki, Pris, elu samperin, gih, Puyan ke dalem...”
Prisia
mengangguk lalu meninggalkan mobil menuju ke dalam restoran
Wawan
lalu keluar mobil dan agak menjauh untuk menjawab telepon zaki. Ia tampak
berbincang lewat telepon dengan Zaki, tiba-tiba mukanya berubah kaget. Tak lama
ia menutup teleponnya kemudian dengan buru-buru menghampiri teman-temannya di
mobil.
“Woi,
gawat!!! Kita mesti gagalkan pertemuan Prisia dan Puyan sekarang!!”
“Lho?
Kenapa, Yan?” tanya Tama
“Zaki
barusan nelpon gue, ternyata ini Cuma salah faham, Puyan udah pacaran sama
Astri, dan Prisia kalo masuk ke dalam situ, beh! Bakal perang deh, pokoknya
kita harus halangin Prisia! Cepetan!”
Wawan
langsung ngacir menuju ke dalam restoran.
“Tam..”
Kata Able serius, “Wawan ingin menembak Puyan..”
“Lu
sedot knalpot aja, deh, Ble! Diajak ngobrol gak nyambung mulu..” kesal Tama
“Betul,
itu, Tam, gue setuju” Able makin bergairah, “Kita harus cegah Wawan. Walaupun
selama ini Wawan gak laku sama cewek, dan dia sukanya sama cowok, bukan berarti
dia boleh pacaran sama Puyan! Ayo, Tam! Kita cegah dia!” Able dengan semangat
45 langsung mengejar Wawan.
“Eh,
Ble!!” Tama ikut mengejar Able.
Sementara
Prisia telah menghampiri Puyan yang sedang bersama Zaki, Bayu, dan Ivan.
“Yan,
ini bener kamu yang nulis?” Prisia langsung menyodorkan surat kepada Puyan.
Puyan
menerima surat itu dengan kaget.
“Pris,
ini....”
“Sudah,
lah, Yan. Kenapa kamu menyembunyikan perasaan kamu sama aku selama ini?” cecar
Prisia, “Kenapa kamu gak gentle ngungkapin ke aku secara langsung kalo kamu
cinta sama aku? Kenapa kamu bersembunyi sampai aku hampir bosan nunggu kamu?
Aku juga punya perasaan sama seperti kamu, yan...”
“Puyan....”
Astri
tiba-tiba telah berada di samping mereka
“Astri.....
kamu, kok...”
“Coba
aku pinjem suratnya..” potong Astri sambil merebut surat di tangan Puyan.
Puyan
tidak bisa mengelak.
Astri
lalu membaca surat tersebut, lalu menatap Puyan tajam dengan mata hampir
berkaca-kaca.
“As,
aku bisa jelasin semuanya...”
“Yan,
dia siapa?” tanya Prisia menunjuk Astri.
“Saya
pacar Puyan...” kata Astri serak.
Prisia
kaget. Ia bergantian menatap Astri dan Puyan. “Yan ini.... ini bukan lelucon
kamu, khan...”
“Aduuuh..”
keluh Puyan, “Zak, Yu, Van, kok jadi gini, sih?”
Ketiga
temannya hanya bisa menunduk.
“Makasih,
Yan....” Astri mencampakkan surat tersebut di meja, menatap Puyan sambil
menetskan air mata, lalu meninggalkannya.
“As,
ini gak seperti yang kamu kira.... As..” Puyan berusaha menahan Astri namun
Astri tidak menghiraukannya.
Puyan
lalu menatap Prisia dengan wajah galau (bayangkan saja ikan nila yang habis digetok
kepalanya pake batu asahan)
“Kamu....
kamu bener-bener playboy, Yan, ya... kamu bukan hanya nyakitin aku, tapi juga
nyakitin cewek tadi. Kamu.... !” Prisia mencoba menahan amarah dan tangisannya
lalu meninggalkan Puyan dengan cepat.
“Prisia,
aku bisa jelasin semuanya, Pris.... kita bisa omongin ini baik-baik, khan?”
Terlambat,
Prisia telah meninggalkan Puyan.
Puyan
menatap pengunjung restoran yang memandangnya dengan sinis dan iba. Ia
mengucek-ngucek rambutnya. Lalu terduduk lunglai di samping tiga sahabatnya.
**
Sementara
di luar, Able sedang ribut menghalang-halangi wawan yang ingin melangkah masuk
ke restoran.
“Lu
apa-apaan sih, Ble?” sungut Wawan
“Gak
boleh, Wan!”
“Tam,
ini apa-apaan sih?” teriak Wawan pada Tama, “Lu bantuin gue dong, jauhin anak
demit satu ini..”
“Gak
bisa, Wan! Celana gue kejepit pintu mobil lu!!” seru Tama yang susah payah
melepaskan diri dari cengkeraman pintu mobil Wawan.
Sementara
Able masih dengan gairah 45 menghalang-halangi Wawan. Padahal Wawan telah baca
ayat kursi sebanyak 4 kali.
BERSAMBUNG......
**
Oke,
keren, khan, ceritanya?
(Bilang
aja iya)
Bisa
jadi ini adalah judul yang paling lama Dhika selesaikan. Tapi mengharu kuning,
khan? (mengharu-biru udah biasa). Dan entah gimana ya, nasib cinta Puyan
sebelumnya, apakah ia akan tetap sama Astri? atau memilih Prisia? atau malah
Astri yang malah jadian sama Prisia? atau Dhika yang kemudian dipacarin sama
Astri dan Prisia? ah, semoga saja kalimat yang terakhir benar-benar terjadi.
Yang
jelas ceritanya tambah rumit, apalagi dengan keterlibatan enam sekawan yang
hidupnya gak jauh sama gaple dan sedot tinja.
Makanya
jangan lupa, minum Pepsoden!!! Eh, maksudnya, tunggu kelanjutna serialnya, yang
dijamin bakal lebih cape Dhika bikinnya (Promosi yang sama sekali tak
berkualitas. Sekian). Dan biar lebih asyik, baca juga part-part sebelumnya, oh,
iya, banyak yang nanya di BBM, twitter, Facebook, dan lewat dukun-dukun
langganannya sama Dhika “Puyan yang paling awal itu yang mana, sih?” oke Dhika
kasih tau urutannya :
1.
Prolog
2.
Pengenalan Tokoh
3.
Puyan : Motor Juga Kayak Kita
4.
Puyan : Skak Mat Boy Band
5.
Interview With Si Jilbab Manis
(Behind The Scene)
6.
Puyan : Tawuran!!!
7.
Puyan : Bukan (Cinta) Main-Main
8.
Puyan : Sore Gerimis di Bandara
Nah, cari aja mulai dari
postingan bulan Juni 2011, ada, kok, kalo gak ada cari aja di kolong meja kamu
atau mungkin keselip di kantong kamu, atau mungkin nyangkut di gigi kamu, oke?
Dan seperti biasa, Dhika
bakal cantumin email yang udah masuk di email dhika dhikapotter72@rocketmail.com,
kali ini ada empat email yang Dhika pilih.
Yang pertama dari Meida
Anandita dari Semarang (nama akhirnya kayak nama Mbak Dhika yang sampai saat
ini masih dipertanyakan fungsi otak kanan-kirinya) halo Meida.
Halo Bang Dhika!! Aku Meida
Anandita di Semarang. Ini emailku yang pertama. Keren banget waktu baca pertama
kali serial Puyan, yaitu Puyan Skak Mat Boy Band part 2, sumpah, gokil dan
ngaco abiss!!!
Pokoknya cihui, dah. Mau
tau, Bang Dhika dapat ide dari mana sih, cerita ini? Soalnya walaupun rada
ngaco, tapi deket banget sama kehidupan sehari-hari, dapet nilainya dan
menghibur yang pasti. Aku suka sama karakter-karakternya yang semua kayak
hidup, dan paling suka sama Puyan dan Wawan.
Kalau boleh komentar, ya,
kayaknya karakter Able itu mirip pelawak Bolot, ya, nyebelin dan gak nyambung,
tapi ada ke khas-annya, yaitu ngaconya minta ampun.
Oh, iya, katanya mereka itu
manusia asli, ya? (Maksudnya nyata). Aku nitip salam buat Wawan, ya, orangnya
kayaknya cool, dan Able, yang bener-bener ngangenin ngaconya. Makasih Bang
Dhika, ini fotoku jangan dipelet, ya? (Sindrom baca Interview with Si Jilbab
Manis)
Oke. Makasih, ya Meida.
Idenya sih dari mimpi, mimpi Dhika waktu itu, yaitu, Dhika mimpi tidur terus
gak mimpi apa-apa. Itu inspirasinya. Iya, Able emang inspirasinya dari tiang
jemuran, eh, maksudnya, pelawak Bolot, soalnya Dhika ngefans sama Pak Haji
Bolot, He is Legend. Tapi si Able pada dasarnya emang turunan Jaka Sembung
alias Suka Gak Nyambung, konon katanya, dia nunggak bayar jasa pemeliharaan
otak, makanya gitu, tapi Wallahualam. Iya, Meida, semuanya manusia asli,
kecuali Puyan, Wawan, Able, Zaki, Ivan, Tama, dan Bayu, yang diambil dari
miniatur mainan anak-anak Zimbabwe. Wawan sekarang lagi kuliah jurusan Akutansi
di Jogja, deket, khan ama Semarang. Kntar Dhika cantumin alamat email,
Facebook, dan twitter masing-masing karakter dalam serial Puyan. Atau kalau mau
ketemu wawan secara langsung, sediain aja dua puluh kantong menyan deket
kandang angsa,pas jam 8 malam Jumat kliwon. tunggu lima menit dia bakal nongol.
Email ke dua dari Ilham
Barata dari Gianyar, Bali.
Assalamualaikum, Bang
Dhika. Aku Ilham Barata dari Ginyar, Bali. Gak mau panjang-panjang, aku Cuma
mau bilang salut sama Bang Dhika yang udah bikin serial ini jadi keren. Lucu
banget, dan bener-bener jadi penghibur saat suntuk di malam minggu. (Ketahuan
Jomblo). Tapi kok lama, ya, terbitan lanjutan serial Gerimis di Bandara-nya?
Aku udah nungguin dari tahun lalu, Bang.
Oke aku mau titip salam
buat temen-temen pembaca Puyan, anak-anak Palangka Raya,(Kakakku sekarang lagi
kerja di Kalteng) dan buat seluruh karakter nyata di serial Puyan.
Assalamualaikum, bang.
Waalaikum Salam, Ilham,
wah, makasih, ya. Tetangga Dhika jadi terharu baca komentar kamu. Penantian
kamu terbayarkan, ini Dhika posting lanjutannya, dan salam kamu akan Dhika
sampaikan, semoga kamu senang membaca serial ini, ya.
Selanjutnya dari Novan
Nugraha asal Bekasi
Hallo, Bang Dhika! Gue
Novan Nugraha anak Bekasi. Salam kenal, ya, Buat Bang Dhika. Gue baru baca
Puyan pas lagi suntuk ngerjain papper kuliah yang kelar-kelar, terus iseng buka
google, eh ada alamat Blog ini, pas gue buka ada cerita Puyan yang Tawuran, gue
baca, dan ternyata seru. Sial, gue ketagihan baca blog lu, Bang! Dan gara-gara
itu pula suntuk gue seketika ilang, dan papper gue sama sekali gak gue kerjain,
hehehehe!
Yang jelas, ceritanya
simpel, dan inspiratif. Humor-humornya segar, walaupun panjang tapi ceritanya
gak bikin bosen, keren, dah. Gue mau, dong dimasukkin nama gue jadi karakter di
situ, biar jadi karakter securitinya SMATIPERPAT, kek, hehehe.
Oh, iya, gue salam buat
Able dan Tama, gue suka gaya, lu, Bro!!!
Makasih, sob!!! Mameen,
lu!!! Gue juga ewxited banget taoooo gak sih, loowww!!! Pokoknya cau, deh,
browww!! (Dhika nulis ini sambil dengerin lagu hip hop)
Dan yang terakhir sengaja
Dhika kasih yang bening, ada Annisa Putri dari Banjarmasin, Kalsel, (Tatanggaan
kita, wah, kada nyangka aku, ada orang bungas email wadahku!! : bahasa banjar
terj. Tetanggaan kita, ya. Wah, gak nyangka gue, ada orang cantik ngirim email
ke aku!)
Kayapa habar, Bang Dhika.
Wah, makin harat haja nulis
kisah mahalabio, lah? Raja aa, nih! Aku hanyar tahu blog ini dari kawanan di
kantorku, buhannya rame bekisahan di BBM lawan twitter, pas kubaca, sakalinya
rami. Bah! Mantap kam baulah kisah! Maap lah aku pakai bahasa Banjar, aku ini
lain urang Banjar asli, aku ini orang Cilacap Jawa Tengah, yang merantau ke
Banjarmasin, makanya sambil belajar Bahasa Banjar.
Eh, bujurkah, Able tu
kuliah di Banjar? Pantas ae Banjar rancak banjir! Hihihihi...
Tatap samangat, lah,
nulisnya, pokoknya kutunggui tarus tu pang si Puyan ini. Tapi sakali-sakali
cantumkan pang nama asli pian, Bang, lawan fotonya, biar pembaca tu tahu jua,
yang maulah kisah ni nang mana urangnya. Habis tu, aku baca di twitter pian,
bujurkah Puyan handak di ulah filmnya? Wah, aku umpat pang main. Hahahaha,
bagayaan, tapi kalo dibawai bujuran, kada papa jua. Titip salam gasan Able,
Zaki, Ivan, Bayu, lawan Wawan, lah, lucu buhannya, tu, apalagi Wawan, bungas
orangnya. Sudahai dulu, nah. Makasih, Bang, lah...
Baik haja, Annisa ae,
ayuja, belajar ja bahasa banua babujur jangan taputar tasulait. Able bujuran
kuliah di Banjar, di Stikes Muhammadiyah kalau kada salah. Masalah foto lawan
nama asli kaina dicantumkan. Film? Insya Allah, kalau jadi tahun ini pra
produksinya, doakan haja, lah? Kada usah main film ja, kam, baik jadi bini
Dhika, kayapa? Hahahay!!!!
Buat yang gak ngerti,
anggap aja pembelajaran bahasa daerah buat kalian. Silakan cari di kamus bahasa
Banjar-Indonesia.
Oke, terima kasih, ya, di
bawah ini dhika cantumkan beberapa data penting dari Dhika dan beberapa
karakter dalam serial Puyan. Buat kamu yang ingin emailnya dicantumkan dalam
blog ini, kirim email dan komentar kamu ke email Dhika beserta foto terbaik
kamu.
caw!! Hidup Forkomnas KPI!!!!
Pengarang
Nama Lengkap : Budiya
Ryandhika Rahman (Dhika)
Email : dhikapotter72@rocketmail.com
Facebook : Dhika Potter
Twitter : @karet_bocor
PIN BB : (bagi yang mau invite)
23133D39
Karakter di Serial Puyan
Nama Lengkap : Hilmi Satria
Himawan (Wawan)
Email : cheez7volpy@gmail.com
Facebook : HiLmi Satria
Himawan
Twitter : @muutunn
Nama Lengkap : Irfan
Dwijayanto (Ivan)
Email : chunkring.arsitek@gmail.com
Facebook : Irfan Dwijayanto
Twitter : @arsitek_irfan
PIN BB : 29E33CD1
Nama Lengkap : Pratama
Auliyadi Saputra (Tama)
Email : rama_tama@ymail.com
Facebook : Pratama Auliyadi
Saputra
Twitter : @a_gotchi
Nama Lengkap : Syarif
Hidayatullah (Able)
Email : syarifhidayatullah108@gmail.com
Facebook : Syarif
Hidayatullah
Twitter : @ablenizer31
Nama Lengkap : Ahmad Zacky
Ghozali (Zacky)
Facebook : Zack Cullen
Caspian
Twitter : @zakygho
PIN BB : 327AEBE7
Nama Lengkap : Bayu Aditiya
Mahardika (Bayu)
Facebook : Baiyu Adhitya
Twitter : @adityabaiyu
PIN BB : 23590C9E
Nama Lengkap : Nabila Astri Ginanjar
(Astri)
Email : astri16ginanjar@yahoo.com
wow..ceritanya panjang banget...??
BalasHapustapi bagus kok....
salam kaizen :-)
Terus berkarya sob, dan makasih sudah mampir ke blog saya Mengukir Senyum Di Udara.
BalasHapusmakasih, baca-baca juga part sebelumnya, ya....
BalasHapusBusyet dah,, punya fans da elu ya Dik,, Sukses dah buat lo,, (thumbs up)
BalasHapusnice story :)
BalasHapustankyu2...
BalasHapusgeser dong ke bawah, baca postingan lainnya..
Thanks Deb, dekorasinya...
Senang bisa membantu dik,,
BalasHapus